Sebagai bagian dari upaya memperkaya wawasan mahasiswa arsitektur mengenai praktik desain yang berakar pada konteks lokal, Program Studi Arsitektur UKDC menyelenggarakan kuliah lapangan ke studioAndyrahman Architect di Sidoarjo. Kegiatan di studio milik arsitek Andy Rahman ini dilaksanakan pada Senin, 26 Mei 2025, dan diikuti oleh seluruh mahasiswa Program Studi Arsitektur.
Kuliah lapangan ini tidak hanya berfokus pada eksplorasi ruang kerja kreatif di studio, tetapi juga mencakup observasi langsung ke rumah tinggal dan Masjid Al-Fattah yang dikelola oleh Andy Rahman. Dua bangunan tersebut merupakan karya arsitektur ikonik yang menampilkan penggunaan batu bata secara khas dan ekspresif.
Lebih dari sekadar kunjungan visual, mahasiswa juga ditugaskan untuk menganalisis pendekatan desain, pemilihan material, serta narasi ruang yang dibangun dalam setiap karya yang dikunjungi.
Andy Rahman tidak hanya merancang bangunan, tetapi juga menciptakan narasi. Setiap karya memiliki latar belakang cerita yang kuat, berakar pada sejarah, budaya, dan karakter lokal. Dalam sesi diskusi di studio, Andy Rahman menyampaikan bahwa arsitektur harus “menceritakan sesuatu” dan di sinilah pentingnya material lokal batu bata sebagai medium komunikasi antara ruang dan budaya.
Salah satu highlight dari kunjungan ini adalah eksplorasi terhadap penggunaan batu bata sebagai material arsitektur yang tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga artistik dan simbolik. Andy Rahman memanfaatkan bata bukan hanya sebagai dinding, tapi sebagai canvas untuk mengeksplorasi tekstur, pola, dan permainan cahaya-bayang.
Selain mengamati secara langsung, mahasiswa juga didorong untuk menerapkan konsep-konsep yang mereka pelajari selama kunjungan dalam proyek-proyek akademik ke depan.
Penggunaan material lokal seperti bata, pendekatan desain yang kontekstual terhadap budaya dan iklim, serta eksplorasi nilai-nilai lokal melalui narasi ruang diharapkan menjadi acuan dalam setiap proses perancangan.
Kunjungan ini menanamkan kesadaran kepada mahasiswa untuk merancang dengan mempertimbangkan potensi lokal, mengutamakan keberlanjutan dan keterjangkauan, menyusun desain berdasarkan cerita dan budaya, serta mengembangkan bahasa arsitektur yang personal namun tetap berpijak pada akar lokal. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi desainer yang terampil secara teknis, tetapi juga memiliki sikap kritis, peka, dan kreatifdalam menciptakan karya arsitektur yang kontekstual dan bermakna.
“Arsitektur yang baik itu bukan sekadar indah, tapi harus punya cerita dan jiwa. Kalau tidak punya jiwa, ia hanya jadi benda mati,” ujar Andy Rahman dalam sesi diskusi

Beberapa proyek yang ditampilkan, seperti Rumah Kampung, Romah Bata, hingga Musholla Al-Irsyad, menunjukkan bagaimana batu bata bisa diolah menjadi elemen estetika yang kuat. Melalui teknik pemasangan yang inovatif, pola susunan bata menghasilkan dinamika visual yang memikat sekaligus mempertahankan prinsip keterjangkauan dan keberlanjutan.
Para mahasiswa juga diajak memahami pentingnya konteks lokal dalam perancangan arsitektur. Andy Rahman menekankan bahwa proses desainnya selalu diawali dengan riset mendalam terhadap budaya, iklim, hingga tipologi bangunan setempat. Hal ini menjadi pelajaran penting bahwa arsitektur yang baik bukan hanya soal bentuk, tetapi tentang bagaimana ruang itu relevan dan bermakna bagi penggunanya.
Kuliah lapangan ini menjadi pengalaman yang membuka wawasan. Banyak peserta menyadari bahwa material sederhana seperti bata bisa menjadi sumber kreativitas tanpa batas jika dipadukan dengan pemahaman budaya dan kepekaan desain. Selain itu, diskusi langsung dengan arsitek memperkaya perspektif tentang pentingnya identitas lokal dalam dunia arsitektur yang semakin global.
Kunjungan ke Andyrahman Architect menjadi pengingat penting bagi generasi arsitek muda bahwa akar lokal bukanlah batasan, melainkan sumber inspirasi tak terbatas. Melalui kreativitas yang bersandar pada tradisi, kita bisa merancang masa depan arsitektur Indonesia yang otentik, kontekstual, dan bermakna.
Stephanie Chrismandani