Terorisme sebagai suatu bentuk kekerasan yang direncanakan untuk menimbulkan ketakutan, kerusakan, atau kematian dengan tujuan politik atau ideologi, telah mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi korban. Sebagai bagian dari komitmen untuk memperdalam pemahaman mengenai perlindungan hak-hak korban terorisme, Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) mengadakan seminar bertajuk “Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XXI/2023 Untuk Pemenuhan Hak Korban Terorisme Masa Lalu”.
Acara ini diselenggarakan di VL 3 Ruang Seminar Barat UKDC (01/11/2024) dengan menghadirkan tiga narasumber Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras.
Seminar ini bertujuan untuk memberikan wawasan lebih dalam mengenai perlindungan hak korban terorisme dalam sistem hukum Indonesia, serta tantangan yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak tersebut di tingkat global. Secara khusus ini membahas dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XXI/2023 yang memperpanjang jangka waktu bagi korban dan keluarga korban untuk mendapatkan hak atas informasi, rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi.
Rahel, Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT, dalam seminar ini menguraikan prosedur yang perlu ditempuh oleh korban atau keluarga korban jika ingin mendapatkan haknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan putusan Mahkamah Konstitusi.
BNPT menjamin akan membantu korban dan keluarga korban untuk mendapatkan hak-haknya. Ini sebagai bagian dari tindakan lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak tersebut merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi warga negaranya. Dengan adanya putusan ini, negara wajib menjamin pemenuhan hak-hak korban sebagai bagian dari upaya pemulihan dan perlindungan terhadap mereka.
“Semua pihak ini memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan bahwa hak-hak korban terorisme, baik itu dalam bentuk kompensasi, rehabilitasi, maupun restitusi, dapat dipenuhi secara adil dan menyeluruh,” Ujar Susilaningtias dalam seminar tersebut.
Andy Irfan, Sekertaris Jenderal Federasi Kontras, juga menyampaikan pentingnya kerjasama para pihak. Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai peraturan hukum yang bertujuan untuk melindungi hak-hak korban terorisme, seperti kompensasi, rehabilitasi, dan restitusi, tetapi implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai kendala.
Seminar ini menambah perspektif mahasiswa terkait pemahaman yang mendalam mengenai hak-hak korban terorisme dan mekanisme perlindungannya. Pemahaman tersebut dapat memperkaya wawasan mahasiswa tentang keadilan sosial dan hak asasi manusia. -Sc-