Kota Malang tak hanya menawarkan panorama alam yang memesona, tetapi juga menyimpan kekayaan arsitektur religi yang luar biasa. Dua di antaranya yang begitu menonjol baik secara visual maupun historis adalah Masjid Tiban Turen dan Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan. Keduanya menjadi simbol keragaman dan harmoni antarumat beragama di Malang, sekaligus menjadi daya tarik wisata religi yang unik.
Pada Jumat, 1 Agustus 2025, mahasiswa Program Studi Arsitektur UKDC melaksanakan kegiatan Studi Ekskursi bertajuk “Menelusuri Jejak Sejarah Arsitektur Religi Malang”. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman mahasiswa terhadap ragam arsitektur religi dan warisan budaya yang berkembang di kota Malang, salah satu kota di Jawa Timur yang kaya akan situs-situs bersejarah dan keberagaman agama.
Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa aktif dari angkatan 2021 hingga 2024, bersama dengan dosen dan pembimbing akademik yang terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran di lapangan. Studi ekskursi ini menjadi bagian dari metode pembelajaran kontekstual yang mempertemukan teori arsitektur dengan kondisi nyata di lapangan.
Eksplorasi diawali dengan kunjungan ke Gereja Hati Kudus Yesus, atau dikenal sebagai Gereja Kayutangan, salah satu gereja Katolik tertua di Kota Malang yang dibangun pada tahun 1905. Gereja ini menjadi landmark penting dalam perkembangan kawasan kolonial Eropa di kota ini.
Berdiri anggun dengan gaya arsitektur Neo-Gotik, gereja ini menampilkan elemen-elemen khas seperti menara runcing, jendela kaca patri berwarna, pintu melengkung tinggi, dan struktur interior kayu yang megah. Mahasiswa mempelajari bagaimana arsitektur kolonial Eropa menyatu dengan konteks tropis, serta bagaimana bangunan ini terus berfungsi sebagai tempat ibadah aktif hingga hari ini.
Dari pusat kota, perjalanan berlanjut ke selatan menuju Masjid Tiban Turen, sebuah kompleks masjid berlantai sepuluh yang memukau karena skala dan kekayaan ornamen arsitekturnya. Dibangun sejak akhir 1970-an oleh santri dan pengurus Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah, masjid ini terkenal karena mitos bahwa ia “tiba-tiba muncul” secara gaib, meski dalam kenyataannya dibangun secara swadaya.
Masjid ini mencerminkan arsitektur eklektik, memadukan unsur Timur Tengah, Tionghoa, dan lokal Nusantara. Mahasiswa mengamati elemen kaligrafi Arab, mozaik warna-warni, relief dinding, hingga tata ruang labirin yang kompleks. Masjid Tiban menjadi contoh bagaimana kepercayaan, kreativitas, dan semangat kolektif masyarakat menghasilkan bentuk arsitektur yang monumental dan ikonik.
Destinasi terakhir adalah Kampoeng Heritage Kajoetangan, sebuah kawasan permukiman kota lama yang masih mempertahankan karakter arsitektur kolonial dan suasana kehidupan masa lalu. Berlokasi tak jauh dari Gereja Kayutangan, kawasan ini menjadi bagian penting dari warisan sejarah urban Malang.

Mahasiswa menyusuri lorong-lorong sempit, mengamati rumah-rumah tua bergaya Indis dan kolonial Belanda, serta mencatat elemen-elemen seperti teras lebar, jendela kayu besar, dan struktur atap limasan. Di sini pula, interaksi dengan warga lokal memberikan wawasan tentang bagaimana arsitektur heritage tetap hidup dan berfungsi sebagai ruang tinggal hingga kini.
Studi ekskursi ke Kota Malang ini memberikan pengalaman berharga bagi mahasiswa Program Studi Arsitektur UKDC dalam memahami langsung bagaimana arsitektur tidak hanya berbicara tentang bentuk dan fungsi, tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai religius, budaya, dan sejarah masyarakat. Melalui kunjungan ke Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan, Masjid Tiban Turen, dan Kampoeng Heritage Kajoetangan, mahasiswa mendapatkan pemahaman yang lebih utuh mengenai pentingnya pelestarian warisan arsitektur religi dan sejarah kota.
Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat kompetensi akademik mahasiswa dalam mengkaji arsitektur secara kritis dan kontekstual, serta menumbuhkan kesadaran untuk turut menjaga keberagaman dan kekayaan budaya bangsa. Sebab, mempelajari arsitektur adalah juga mempelajari kehidupan, identitas, dan jejak peradaban umat manusia.
(Stephanie Chrismandani)