Lembaga Penguatan Nilai Universitas (LPNU) Universitas Katolik Darma Cendika telah mempersembahkan kegiatan Sarasehan Etika Birokrasi & Integritas Pejabat Publik di Indonesia. Acara ini mengusung tema utama “Membangun Birokrasi Berintegritas: Etika, Profesionalisme, dan Akuntabilitas Pejabat Publik di Indonesia”. Sarasehan ini dirancang sebagai platform krusial untuk mendalami berbagai tantangan etika yang dihadapi oleh birokrasi di Indonesia saat ini. Lebih dari itu, kegiatan ini berupaya secara aktif untuk memperkuat profesionalisme di kalangan aparatur publik, serta menumbuhkan kesadaran yang mendalam akan betapa pentingnya integritas dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang tidak hanya bersih, tetapi juga berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kehadiran Romo Dr. Johanes Haryatmoko, SJ, seorang Dosen Filsafat dari Universitas Sanata Dharma sekaligus Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, sebagai narasumber utama menghadirkan diskusi yang kaya akan perspektif filosofis dan praktis. Beliau membagikan wawasan berharga mengenai etika dan integritas dalam konteks birokrasi modern. Acara penting ini diselenggarakan pada hari Jumat, 17 Oktober 2025 di Ruang Seminar Barat, Gedung Vidya Loka Lt. 3, Universitas Katolik Darma Cendika.
Etika publik merupakan kerangka nilai dan norma yang mengatur perilaku individu dan institusi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ia menjadi kunci utama dalam menetapkan tata kelola yang berkeadilan, transparan, dan bertanggung jawab. Pada dasarnya, etika publik mencerminkan kesadaran kolektif akan pentingnya integritas moral dalam menjalankan tugas dan fungsi sosial-politik. Dalam dinamika kehidupan bangsa, tantangan moral sering kali muncul seiring dengan kompleksitas kepentingan, tekanan politik, dan praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik. Oleh karena itu, penguatan etika publik adalah sebuah keharusan mendesak guna menjaga keberlanjutan nilai-nilai kebersamaan dan keadaban dalam ruang publik.
Pada acara sarasehan ini, terlihat jelas bahwa etika publik adalah fondasi yang tidak bisa diabaikan ketika membicarakan peran serta pejabat negara, aparat hukum, serta pelaku politik. Diskursus yang muncul menyoroti betapa jalannya birokrasi dan politik dihadapkan pada masalah penyalahgunaan kekuasaan dan bahkan pelanggaran sumpah jabatan yang menimbulkan keretakan moral dan kepercayaan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa krisis etika publik bukan hanya persoalan individu tetapi juga sistemik pada tataran institusional. Fenomena tindakan korupsi dan praktek politik yang menjauhkan diri dari nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab menggambarkan bagaimana etika publik sering terabaikan demi kepentingan pragmatis dan tekanan kekuasaan. 
Akibatnya, masyarakat mengalami ketidakadilan yang berkelanjutan karena pejabat yang tidak berintegritas menempatkan kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum. Bahkan pejabat yang secara formal telah melakukan sumpah jabatan banyak yang gagal menunaikan amanat moralnya untuk menjaga kepercayaan publik. Oleh karena itu dibutuhan keberanian yang tidak hanya sekadar perubahan formal, tetapi harus menjadi transformasi nilai yang melekat dalam setiap individu. Keberanian moral ini harus berakar pada etika publik yang kuat agar tercipta suasana yang menolak dominasi kekuasaan yang tidak sehat, serta menimbulkan kesadaran kritis yang mampu menanggapi berbagai praktik penyalahgunaan jabatan.

Resistensi dan antikekuasaan muncul sebagai reaksi alami terhadap penyalahgunaan kekuasaan, merupakan salah sartu tema menarik dalam acara sarasehan ini. Resistensi menandakan adanya pertarungan antara etika publik dan kekuasaan yang tidak bermoral. Lebih lanjut, ditekankan bahwa memahami dan menerapkan etika publik harus diselaraskan dengan nilai-nilai keimanan dan spiritualitas yang menjadi landasan tersendiri dalam membimbing individu untuk memilih jalan yang benar dan adil. Penguatan iman menjadi pijakan moral agar pejabat dan masyarakat secara umum bertahan dari godaan pragmatisme dan kepentingan sesaat yang merusak integritas dan kepercayaan. 
Poin penting lainnya adalah peran pendidikan dan pembentukan moralitas secara konsisten dalam akan menciptakan generasi yang beretika tinggi. Pendidikan keimanan dan etika harus menjadi bagian dari pembangunan karakter bangsa sehingga kesadaran individu atas tanggung jawab sosial menjadi semakin kuat dan mengakar. Tanpa pembinaan nilai-nilai ini, maka perubahan demi perubahan cenderung hanya bersifat kosmetik dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Secara keseluruhan, acara sarasehan ini menggarisbawahi bahwa etika publik bukanlah sekadar teori atau konsep abstrak, melainkan nyata dan esensial dalam mengatur kehidupan bersama. Krisis moral yang banyak terjadi dalam pemerintahan dan politik dapat diatasi dengan memperkuat integritas personal dan institusional melalui pendidikan, pengawasan, dan penegakan hukum yang berkeadilan. Etika publik menjadi landasan penting bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dan masyarakat yang berkeadaban. 
Langkah konkret yang harus terus diperkuat adalah membangun keberanian moral, menguatkan iman sebagai basis etika, menciptakan ruang dialog dan resistensi yang sehat terhadap praktik ketidakadilan, serta membentuk lembaga audit atas etika pejabat publik. Dengan demikian, etika publik dapat menjadi alat ampuh dalam menjaga keharmonisan sosial, memperkokoh stabilitas demokrasi, serta memastikan keberlanjutan pembangunan bangsa yang berlandaskan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Yohanes Fabiyola Halan
