Dalam kehidupan sehari-hari, keadaan darurat dapat terjadi kapan saja tanpa diduga mulai dari serangan jantung, kecelakaan ringan, hingga kasus keracunan. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk merespons dengan cepat dan tepat.
Menyadari pentingnya keterampilan dasar dalam menangani situasi genting, Himpunan Mahasiswa Program Studi Akupunktur (HIMA Prodi Akupunktur) UKDC menyelenggarakan seminar bertajuk “Mengatasi Kegawatdaruratan Sehari-hari”. Acara ini digelar pada Rabu, 11 Juni 2025, bertempat di Griya Sehat UKDC.
Seminar ini menghadirkan narasumber utama yang sudah tidak asing lagi di dunia kegawatdaruratan dan toksikologi klinis, yaitu Tri Maharani. Dengan pengalamannya yang luas dalam menangani kasus gawat darurat di berbagai daerah di Indonesia, ia membagikan ilmu serta keterampilan penting yang bermanfaat bagi masyarakat umum maupun tenaga kesehatan.
Acara dimoderatori oleh Wijayani Mardiana, seorang akademisi sekaligus praktisi akupunktur medis yang aktif dalam pengembangan pendidikan kesehatan tradisional dan kegawatdaruratan. Dengan menggabungkan ilmu modern dan pendekatan tradisional, seminar ini diharapkan dapat menjadi jembatan edukatif yang solutif dan mudah diterapkan.

Materi seminar mencakup penanganan gawat darurat jantung, trauma, keracunan, serta kondisi kegawatdaruratan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selain pemaparan teori, peserta juga mengikuti sesi workshop praktik langsung, seperti teknik pijat jantung (cardiopulmonary resuscitation/CPR) dan teknik balut bidai pada kasus keracunan atau trauma.
Peserta mempelajari tindakan resusitasi jantung-paru pada korban henti jantung mendadak menggunakan manekin pelatihan. Mereka diajarkan ritme, tekanan, dan posisi yang tepat saat melakukan pijat jantung. Tindakan ini sangat krusial dalam 3–5 menit pertama setelah seseorang kehilangan kesadaran, sebelum bantuan medis tiba.
Pada sesi ini, peserta juga berlatih cara membalut dan menstabilkan bagian tubuh korban yang mengalami gangguan akibat keracunan atau cedera. Termasuk di dalamnya penanganan awal keracunan zat kimia atau obat, seperti cara mencegah kontak lanjutan, tindakan muntah terkontrol, serta teknik imobilisasi yang aman sebelum korban dibawa ke fasilitas kesehatan.
“Dalam kondisi darurat, tindakan kecil dari orang awam bisa menjadi penentu hidup atau mati. Pendidikan kegawatdaruratan tidak boleh hanya milik tenaga medis, melainkan harus menjadi pengetahuan semua lapisan masyarakat,” ujar Tri Maharani saat mempraktikkan teknik pertolongan pertama.
Melalui seminar ini, peserta diharapkan menyadari bahwa pertolongan pertama bukanlah tugas eksklusif tenaga medis, melainkan tanggung jawab bersama. Dalam situasi kritis, satu keputusan cepat, satu gerakan tepat, bahkan satu napas buatan dapat menyelamatkan nyawa seseorang.
Kegiatan ini juga menjadi pengingat bahwa edukasi kesehatan harus bersifat praktis, aplikatif, dan inklusif, melibatkan masyarakat sebagai bagian dari sistem pertolongan pertama. Pengetahuan tentang kegawatdaruratan tidak hanya menyelamatkan orang lain, tetapi juga menjadi wujud nyata kepedulian kita sebagai manusia.
(Stephanie Chrismandani)